Green Village
(pemberdayaan ekonomi), Pertamina SEHATI (kesehatan), Bright with Pertamina (pendidikan) dan Ecopreneurship (kewirausahaan). Empat pilar tersebut merupakan issue
program
pemeliharaan dan pengembangan masyarakat sebagai bentuk program Corporate Social Responsibility (CSR) PT
Pertamina Marketing Operation Regional (MOR) VII Sulawesi. Ke empat pilar ini telah
direalisasikan oleh pihak Pertamina dalam berbagai kegiatan. Seperti pemberian
dana UKM kepada masyarakat, pemeriksaan bagi wanita lanjut usia setiap bulan, menyantuni
anak yatim,
mengadakan pasar murah dan masih banyak lagi. Kegiatan CSR ini
dilakukan di daerah pesisir Pattingalloang dan daerah Tamallabbang, Kecamatan
Ujung Tanah Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Di
sini penulis mencontohkan daerah Pattingalloang sebagai suatu project plan dari daerah yang menjadi
tempat terlaksananya program CSR. Mengapa Pattingalloang yang dipilih, sebab
nama Karaeng Pattingalloang sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia
bagian Timur. Kita tahu bersama, Kareng Pattingalloang menjadi ikon pertumbuhan
minat masyarakat akan ilmu pengetahuan pada abad ke-17 M. April
2017 lalu General Manager PT Pertamina MOR VII Joko Pitoyo telah meresmikan rumah
produksi dan social care centre pesisir.
Rumah produksi ini digunakan sebagai pusat kegiatan sosial kemasyarakatan warga
pesisir di Pattingalloang.
Setelah
Rumah Produksi untuk perempuan pesisir ada baiknya pembangunan ini dikembangkan dengan mendirikan perpustakaan sekaligus
rumah belajar di daerah pesisir. Ada banyak manfaat besar yang didapatkan dari
perpustakaan ataupun rumah belajar tersebut.
Lumbung Ide
Perpustakaan
di pesisir selain bermanfaat oleh ibu-ibu nelayan, perpustakaan ini juga sangat
berguna untuk masa depan anak-anak nelayan. Saya membayangkan kelak akan ada
perpustakaan mengapung di pesisir Pattingalloang yang sekaligus dapat dijadikan
sebagai rumah belajar bagi anak-anak pesisir. Selain memberikan rasa nyaman
perpustakaan di atas laut dapat menarik kedatangan anak-anak untuk membaca.
Sehingga
ibu-ibu maupun anak-anak dapat terus belajar dan usaha yang sedang dirintis
oleh ibu-ibu pesisir dapat maju dan berkembang. Dengan berbagai kegiatan baca
tulis, ibu-ibu maupun anak-anak dapat menghasilkan ide dan karya yang lebih
kreatif dan terus produktif dalam menghasilkan produk berkualitas. Seperti
nasihat lama yang telah kia ketahui bahwa buku adalah jendela dunia. Tidak
mustahil jika akan ada Habibie kedua yang akan hadir di Sulawesi Selatan.
Bedanya jika B.J. Habibie berhasil di bidang mesin, tidak menutup kemungkinan
di daerah pesisir lahir anak yang berhasil menciptakan produk pangan yang akan
mendunia. Selain itu kegiatan literasi di daerah pesisir membantu program
penghapusan buta aksara di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar).
Menghapus Buta Aksara
Sebagaimana
yang dilansir www.mediaindonesia.com (7/09/2017) Kementerian pendidikan dan
kebudayaan (Kemdikbud) menyatakan bahwak jumlah penduduk yang buta aksara
tinggal 2,07% atau sekitar 3,4 juta orang. Namun masih ada 11 Provinsi yang
angka buta aksaranya di atas rata-rata Nasional.
Salah
satu provinsi itu adalah Sulawesi Selatan (4,49%). Jalan untuk menghapus buta
aksara di Sulawesi Selatan yaitu dengan membumikan gerakan Literasi di seluruh
penjuru Sulawesi Selatan. Beberapa wadah yang telah didirikan oleh masyarakat
seperti Rumah Hijau Denassa di Bontonompo dan Rumah Koran di Desa Kanreapia,
Kecamatan Tombolo Pao. Komunitas-komunitas ini telah diakui secara nasional
memberikan sumbangsih nyata bagi masyarakat di sekitarnya. Inilah program
unggul yang dapat membantu mengurangi jumlah buta aksara di pelosok daerah di
Sulawesi Selatan. Komunitas ini berdiri atas kesadaran anak bangsa untuk
menghapus buta aksara di lingkungannya.
Namun
sejauh ini belum ada perpustakaan atau rumah belajar yang berdiri di daerah
pesisir. Inilah momen terbaik bagi PT Pertamina regional Sulawesi untuk membuat
gebrakan baru di masyarakat. Selain gebrakan di sisi produk seperti
mengupayakan agar masyarakat beralih dari gas subsidi ke gas non subsidi.
Wahana Pameran Produk
Selain
sebagai tempat belajar, perpustakaan di daerah pesisir juga dapat digunakan
sebagai tempat festival maupun tempat pameran dari hasil-hasil produk yang
telah dibuat oleh ibu-ibu nelayan. Dengan adanya pameran ini otomatis akan
memperluas nama dan usaha yang dibuat oleh kelompok nelayan. Dengan adanya pameran
di tempat tersebut tidak hanya masyarakat Sulawesi Selatan yang akan datang.
Akan tetapi seluruh masyarakat luar Sulsel seperti dari mancanegara bisa ikut
menikmati program tersebut. Jika mendengar perpustakaan pesisir siapa yang
tidak tertarik. Sesuatu yang masih jarang di negara kita.
Sehingga
pemberdayaan tidak hanya bertumpu pada peningkatan ekonomi saja, akan tetapi
juga memberikan jalan untuk memajukan pendidikan dan pengembangan usaha dengan
jalan terus belajar tanpa mengenal usia. Oleh karenanya diharapkan kegiatan CSR
PT Pertamina MOR VII bisa mendapat perhatian dari pemerintah pusat dan daerah.
Sebab hal ini bisa menjadi CSR langka yang dimiliki oleh BUMN yang merupakan perusahaan
energi terbesar di Indonesia. Akhirnya semoga program pendirian Rumah Buku ala
Pertamina ini dapat dijadikan project
plan di tahun 2018 ini. Karena energi kita energi Pertamina. Demikian saja.
*Telah terbit di portal Tribun Timur Makassar dalam rangka lomba yang diadakan oleh PT. Pertamina
Komentar
Posting Komentar