Saat
ini penulis sedang mengikuti KKN. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di
Indonesia telah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk melaksanakan KKN
sebagai kegiatan intrakulikuler yang memadukan tri dharma perguruan tinggi. Hal
ini juga didasari atas PP No 66/2010 tentang perubahan atas PP RI No 17/2010
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Penulis
ditempatkan oleh Badan Pengurus (BP) KKN UIN Alauddin Makassar Angkatan 53 di Kabupaten
Gowa tepatnya di Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao. Desa yang terkenal
sebagai daerah terdingin di Kab. Gowa selain Malino dan Malakaji ini memiliki
tujuh dusun. Total penduduknya 4735 orang dengan 1.108 kepala keluarga.
Saat
pertama kali tiba di desa ini, penulis dan rombongan mahasiswa lainnya langsung
disambut dengan antusias oleh masyarakat desa. Selain memiliki kawasan yang
bersih dan dihuni oleh masyarakat yang ramah, budaya gotong royong dan rasa
kekeluargaan antar masyarakat terasa masih kental. Penulis dapat berkesimpulan
demikian, sebab setelah tinggal beberapa hari di sini penulis sudah merasakan
perbedaan itu. Bagaimana rupa-rupa globalisasi masyarakat perkotaan jauh sekali
dibanding dengan masyarakat di desa ini.
Selain
itu desa yang pernah meraih Kalpataru dari pemerintahan Soeharto ini memiliki
satu kegiatan masyarakat yang membuat penulis kagum. Kegiatan itu adalah majelis
taklim. Mungkin kegiatan ini sudah sangat lazim di telinga kita. Di kota, kita
juga bisa menemukan majelis taklim. Tapi, baru kali ini penulis menemukan
majelis taklim yang seaktif di sini. Belum cukup dua pekan berada di sini, para
mahasiswa KKN posko Desa Kanreapia sudah menghadiri empat acara majelis taklim
di dalam satu desa. Kabarnya di desa ini memiliki sepuluh kelompok majelis taklim.
Di setiap dusun mempunyai kelompok majelis taklim. Bahkan ada dua dusun yang
memiliki dua kelompok majelis taklim. Kegiatan dan kebiasaan seperti inilah
yang pantas dipupuk dan dijadikan teladan bagi masyarakat perkotaan.
Penulis
pun lantas teringat dengan tempat di mana penulis biasa melakukan aktivitas.
Yakni di daerah perkotaan. Di sana telah banyak yang berubah. Terutama
kebiasaan gotong royong dan sikap solidaritasnya. Kebanyakan warganya sudah
memiliki prinsip hidup sendiri. Orang-orang di daerah itu biasa menyebutnya
dengan istilah“Kau-kau tong. Nakke-nakke
tong.” Yang dapat diartikan dengan, kamu ya kamu. Saya ya saya. Dari
prinsip ini telah jelas tergambar bahwa tingginya tingkat individualisme di
daerah yang telah tersentuh oleh nuansa perkotaan.
Penghasil Sayuran
Desa ini dikelilingi oleh pegunungan.
Jika datang di desa ini, maka mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan
hijau tanaman yang dikelola oleh warga desa Kanreapia sendiri. Desa ini
terkenal sebagai salah satu daerah penghasil berbagai macam sayuran antaranya
daun bawang, tomat, wortel, kubis, dan berbagai sayuran lainnya. Jika musim panen
tiba, maka warga desa di sini bisa menghasilkan berton-ton tomat, kentang dan
berkilo-kilo daun bawang yang siap dipasarkan di daerah tetangganya, Makassar, bahkan
yang terjauh dapat lintas pulau hingga ke Kalimantan dan ke Monokwari. Jadi,
wajarlah jika 80 persen masyarakat di sini memiliki profesi sebagai petani.
Selebihnya ada yang bekerja sebagai pedagang dan peternak.
Desa yang memiliki tujuh dusun di
antaranya dusun Bontona, Bontolebang, Kanreapia, Halahalaya, Parangboddong,
Balanglohe dan Silanggaya ini masih memiliki kawasan yang asri. Akses menuju
desa ini tergolong mudah. Sekitar dua jam setengah perjalanan (atau sekitar 70
Km) dari Sungguminasa, Ibu kota Kabupaten Gowa dengan melewati jalur jalan
poros Malino.
Sungguh patut diapresiasi potensi
desa ini yang sungguh besar. Masyarakatnya yang ramah dan penghasil sayuran ini
patut disampaikan pada pemerintah. Sehingga perhatian dari pemerintah daerah
tak boleh berhenti bagi desa ini. Jika Bupati Gowa sebelumnya, Ichsan Yasin
Limpo telah banyak berkontribusi bagi desa ini, semoga Bupati Gowa sekarang, Adnan
Purichta IYL dapat lebih meningkatkan potensi desa ini. Sebab rata-rata
kegiatan yang aktif di desa ini merupakan inisiatif dari masyarakat yang saling
bahu-membahu dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya seperti majelis taklim,
panen raya, acara kesehatan di posyandu/postu, peringatan maulid hingga
kegiatan berbasis keagamaan lainnya. Semoga.
*Ainun Jariah, Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Alauddin Makassar, Mahasiswa KKN Angkatan 53 Desa Kanreapia Kec. Tombolo Pao, Gowa.
*Esai ini telah diterbitkan oleh Koran Harian Fajar Sulawesi Selatan
Komentar
Posting Komentar