06 April 2017, 09:54:43
Akhir-akhir ini media sosial dibanjiri hoaks yang tak jarang membuat banyak pengguna sosial media (sosmed) menjadi khawatir. Seperti halnya berita penculikan anak yang sedang marak baru-baru ini. Setelah tersebarnya berita penculikan anak di berbagai media sosial, banyak orang tua resah menunggu anaknnya selama sekolah.
Sebagaimana dilansir Liputan6.com (25 Maret 2017) mengatakan, di Ngawi, Jawa Timur, wanita paruh baya penderita gangguan jiwa menjadi korban main hakim sendiri karena dituduh penculik anak. Inilah salah satu contoh akibat berjamurnya hoaks yang ada di media sosial (medsos) mengenai penculikan anak, yang memicu masyarakat main hakim sendiri dan membuat banyak ibu rumah tangga tidak tenang.
“Ini sangat bahaya kalau hoaks ini dibiarkan dan dipercaya masyarakat. Harusnya masyarakat mengantisipasi hal itu dengan banyak merenung dan terus belajar bijak dalam hal apa pun. Intinya masyarakat harus tahu dampak buruk dari hoaks itu sendiri,” ujar Bupati Brebes, Jawa Tengah sebagaimana dalam laman liputan6.com tersebut.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika memang telah melakukan berbagai cara menanggulangi menyebarnya hoaks. Bahkan data yang dirilis Kemenkominfo 2016 menyebut, setidaknya ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Maka di sinilah peranan kita sebagai pengguna media sosial bagaimana kita membaca dan mencari tahu kebenaran sebuah berita, sebelum menyebarkannya di media sosial yang kita miliki.
Searching
Searching yang berarti mencari tahu terlebih dahulu kebenaran berita tersebut. Saat membaca sebuah berita di medsos, hal pertama yang harus kita perhatikan adalah siapa penulis berita tersebut. Setelah mengetahui penulisnya, kita kembali mencari tahu berita yang sama tetapi dengan sumber yang berbeda. Dalam hal ini, kita dituntut tidak sekadar mencari tahu dari satu sumber saja. Lebih banyak sumber lebih baik.
Searching yang berarti mencari tahu terlebih dahulu kebenaran berita tersebut. Saat membaca sebuah berita di medsos, hal pertama yang harus kita perhatikan adalah siapa penulis berita tersebut. Setelah mengetahui penulisnya, kita kembali mencari tahu berita yang sama tetapi dengan sumber yang berbeda. Dalam hal ini, kita dituntut tidak sekadar mencari tahu dari satu sumber saja. Lebih banyak sumber lebih baik.
Saat mendapatkan berita, pastikan berita tersebut berasal dari orang-orang yang berada langsung di lokasi atau orang yang melihat kejadian itu secara langsung. Tidak hanya di seputar media sosial, kebenaran sebuah berita sebaiknya terlebih dahulu kita konfirmasikan kepada orang-orang yang kita anggap lebih mengetahuinya. Agar berita yang didapatkan tidak ada tambahan atau pengurangan yang biasa dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab. Setelah berita yang kita temukan di medsos telah valid dan akurat, barulah kita bisa menyebarkannya.
Thinking
Pikirkan, apakah berita itu membawa manfaat bagi pembacanya atau tidak sama sekali. Meskipun berita tersebut bukanlah hoaks tetapi jika itu kurang baik dibaca pengguna medsos, sebaiknya tidak usah dibagikan.
Pikirkan, apakah berita itu membawa manfaat bagi pembacanya atau tidak sama sekali. Meskipun berita tersebut bukanlah hoaks tetapi jika itu kurang baik dibaca pengguna medsos, sebaiknya tidak usah dibagikan.
Sebab sekarang pengguna medsos tidak hanya dari kalangan dewasa tetapi telah merambah anak-anak. Mereka yang masih berada di bawah umur lebih mudah termakan isu hoaks. Sehingga, penyebaran hoaks pun dapat memengaruhi perkembangan mental anak-anak di masa yang akan datang.
Namun demikian, dengan perkembangan teknologi saat ini, akibat adanya penyebaran berita palsu (hoaks) ini, sebenarnya bukan hanya berkembang di Indonesia saja.
Perkembangan hoaks pun telah menyebar seperti di Amerika. Bahkan sebagaimana informasi yang dikutip CNINEWS (2017), mengatakan para peneliti dari Indiana University, USA berhasil menciptakan mesin pelacak hoaks. Mesin itu bernama hoaksy yang bisa kita lihat pada situs hoaksy.iuni.iu.edu. Mesin ini mampu mengukur tingkat kebenaran suatu informasi terkait apa pun. Akan tetapi kekurangan mesin ini belum dapat langsung menentukan apakah sebuah berita atau tulisan itu benar atau palsu.
Oleh karena itu, ujung tombak yang paling berperan dalam penanggulangan hoaks adalah para pengguna itu sendiri. Di sinilah sebaiknya kita harus memperhatikan tahap searching dan thinking, agar kita benar-benar mampu terjauhkan dari hoaks. Semoga! (*)
Komentar
Posting Komentar